Translate

Selasa, 04 Desember 2012

MONUMEN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER


Sebuah Cerita dan Revolusi Bendera




Resmi berdiri 10 November 1964, Universitas Negeri Djember (UNED) yang akhirnya menjadi Universitas Jember (Unej) pertama kali dipimpin seorang akademisi, dr. R. Achmad. Dapat ditemukan namanya pertama kali justru bukan dari buku profil Unej, namun dari tumpukan buku berbau apak terbitan tahun 1960-an di Perpustakaan Unej. Di sampul buku-buku itu ada tinta stempel merah yang menandakan kepemilikan dr. R. Achmad.
Pasca tragedi 1965, Unej sepanjang Orde Baru selalu dipimpin rektor dari kalangan militer. Baru pada tahun 1986, untuk pertama kalinya, Prof. Simanhadi Widyaprakosa, seorang akademisi bisa kembali memimpin kampus. Setelah itu, berturut-turut rektor Unej selalu berasal dari kalangan akademisi, yang dipilih senat.
Pemilihan oleh senat berimpilkasi pada menguatnya friksi antarbendera organisasi mahasiswa ekstra kampus. Sentimen politik aliran masuk kampus. Bukan rahasia lagi, jika di Unej, sebagian besar senat atau petinggi kampus adalah alumnus organisasi mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Sedangkan sebagian lain berasal dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Selama bertahun-tahun pula, alumnus GMNI menduduki jabatan-jabatan strategis di kampus Unej.
Namun, waktu menggerus sentimen politik aliran. Kini, persekutuan politik berdasarkan bendera organisasi memang masih terjadi, tapi tak sekental dulu. Adagium klasik ‘tiada kawan dan lawan abadi kecuali kepentingan’ melampaui sekat-sekat organisasi. Itu bisa terlihat dari arah dukungan untuk tiga calon dalam pemilihan rektor periode 2012-2016: Agus Subekti (calon petahana/Pembantu Rektor I), Jani Januar ( calon petahan/Pembantu Rektor II), dan Mohammad Hasan (Pembantu Dekan I Fakultas MIPA/non-anggota senat).
Mohammad Hasan memang berlatar belakang mantan aktivis PMII. Namun seorang dosen alumnus HMI mengaku mendukung Hasan menjadi rektor. Sementara di lain pihak, calon rektor petahana yang diunggulkan oleh Forum Senat, Agus Subekti, justru tidak memiliki latar belakang organisasi mahasiswa apapun. Sementara, Jani Januar berlatar belakang mantan aktivis GMNI.
Hari ini yang ada adalah kepentingan individu-individu yang memiliki hak menentukan nasib kampus, yang bersatu dengan kepentingan melanggengkan kekuasaan, melawan kelompok yang menginginkan perubahan.
Dan, untuk pertama kali, calon rektor dari petahana tumbang oleh calon yang bahkan bukan anggota senat. Agus Subekti mendapat dukungan 55 suara, Jani Januar mendapat dukungan 4 suara, dikalahkan oleh Mohammad Hasan yang mendapat 56 suara.
Seorang dosen yang berseberangan dengan status quo di Unej menyatakan, perebutan kekuasaan di Unej tak ubahnya perebutan kekuasaan politik di partai. Dua kelompok saling melakukan lobi ke atas, karena sama-sama sadar, bahwa 40 suara yang menjadi hak Mendikbud cukup menentukan.
Kelompok yang ingin melanggengkan kekuasaan sebenarnya memiliki jaring-jaring lobi lebih kuat daripada kelompok yang mendukung perubahan. Dosen tadi bercerita, salah satu senat pendukung petahana adalah kawan kuliah Muhammad Nuh di Prancis. Belum lagi akses ke lingkar dalam Mendikbud. “Jadi kemenangan ini memang keajaiban.”
Tapi apa yang dianggap sebagai keajaiban justru bikin pendukung petahana jengkel. Forum Senat menuduh, bahwa kemenangan Hasan berkat campur tangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam pemilihan ini, Mendikbud diduga memberikan 40 suara yang menjadi haknya kepada Hasan.
Pemungutan suara dilakukan secara tertutup. Tidak jelas benar, apa bukti tuduhan Forum Senat itu. Namun dalam pernyataan pers mereka, Forum Senat mendasarkan asumsi itu pada hasil pemungutan suara pada tahap penyaringan bakal calon menjadi calon rektor. Saat itu, Hasan mendapat 17 suara. Sementara Agus memperoleh 50 suara, dan Jani 5 suara.
Forum Senat meminta Mendikbud menjelaskan alasan pelimpahan suara ke Hasan, yang dianggap bertentangan dengan aspirasi mayoritas senat. Namun permintaan ini ditertawakan Pembina Gerakan Pemuda Ansor Ayub Junaidi: siapa pula yang bisa membuktikan jika Mendikbud melimpahkan 40 suaranya kepada Hasan? Bagaimana jika ternyata Mendikbud sudah membagikan suaranya untuk tiga calon tersebut, namun ada pendukung calon petahana yang menyeberang ke Hasan?
Dosen pendukung perubahan tadi juga mengatakan, sulit membuktikan bahwa Mendikbud melimpahkan seluruh suara kepada Hasan. Namun, ia menyatakan, sebelum proses pemilihan, ada utusan Mendikbud yang datang ke Jember diam-diam dan menyerap aspirasi dosen, mahasiswa, dan karyawan Unej. “Intinya semua menyatakan ingin perubahan,” katanya.
Sulit memperdebatkan asumsi, juga rumor. Meminta Mendikbud memberikan penjelasan juga terlalu mengada-ada, mengingat tidak ada dasar hukum yang mengharuskan Mendikbud memberi penjelasan mengenai dukungan terhadap calon rektor tertentu.
Goenawan Mohamad pernah menulis, kira-kira seperti ini: ‘revolusi bisa juga diupayakan dari atas’. Perubahan tak selalu dari mereka yang di bawah. Namun, baik dari atas maupun berasal bawah, Deng Xiao Ping berkata: ‘apapun warna kucingnya tak masalah, asal bisa menangkap tikus’. Ini semestinya dipahami oleh Forum Senat dan pendukung petahana.
Lagipula, jika Forum Senat mengklaim bahwa banyaknya dukungan ke Agus Subekti sebagai bukti aspirasi senat, adakah yang bisa menjamin preferensi individu anggota senat sesuai dengan keinginan civitas akademika di Unej? Selama ini, belum pernah ada survei independen terhadap seluruh civitas akademika Unej, untuk mengetahui sosok calon rektor yang mereka inginkan. Semua diserahkan sepenuhnya kepada kehendak dan pilihan senat yang dianggap bijak bestari dan memiliki kapasitas kecendekiawanan yang lebih.
Pemilihan rektor bukanlah akhir. Siapapun rektor Unej, ini hanyalah estafet kekuasaan. Rektor baru tak akan menghancurkan apa-apa yang telah dicapai rektor sebelumnya. Jika pemilihan rektor adalah sebuah teori dialektika, maka rektor baru hadir sebagai tesis untuk menambal kekurangan ikhtiar rektor sebelumnya. Tak eloklah kiranya, jika rektor baru dihambat hanya karena bukan dari ‘kelompok lama’.
Hasan juga tak boleh meninggalkan senat saat mengelola Unej. Tak ada yang bisa memastikan, apakah kemenangannya ditentukan oleh ‘Faktor Mendikbud’. Namun sekalipun faktor itu yang berpengaruh, bukan berarti selama empat tahun periode pengabdian Hasan bisa diintervensi seenaknya oleh Mendikbud. Hasan harus tetap mampu mempertahankan otonomi Unej dalam koridor regulasi yang ada.
Sumber: beritajatim.com

12 komentar:

  1. apa yang kudu aq lihat n koment?

    BalasHapus
  2. terserah.. tentang apa aja koreksimu tentang postingan ini atau blog ini

    BalasHapus
  3. UNED mbuat ke 3 patung itu buat apa to?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Unej yg bner mas.. :) itu para pelopor awal berdrinya PTN di Jember

      Hapus
  4. mantap!
    revolusi pendidikan.
    mengenai patung, gw kagak tw, bahkan gag pernah masuk ke wilayah unej.
    payah.
    blog walk to timecurve.tk ya!

    BalasHapus
  5. saya suka dg posting anda . .
    good job.

    BalasHapus
  6. UNEJ : UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

    BalasHapus
  7. All : dateng ke jember kalau pngen tau bnyak ttg Jmber utamanya UNEJ

    BalasHapus